

Bulan Dzulhijjah adalah bulan yang penuh
dengan keberkahan, khususnya pada sepuluh hari pertama. Dalam hadis-hadis
shahih dan tafsir ulama disebutkan bahwa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
adalah hari-hari terbaik di dunia. Allah ﷻ berfirman
dalam Surah Al-Fajr,
ﵟوَٱلۡفَجۡرِ 1 وَلَيَالٍ عَشۡرٖﵞ
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh” (QS Al-Fajr: 1-2)
Terkait dengan ayat ini, para ulama tafsir
memiliki beberapa pendapat mengenai sepuluh malam yang dimaksud. Namun, ada
tiga pendapat utama yang sering diperdebatkan:
-
Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan,
-
Sepuluh hari pertama bulan Muharram,
-
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Namun, pendapat yang dianggap paling kuat
(rajih) adalah bahwa yang dimaksud adalah sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah.
Hari-hari pertama bulan Dzulhijjah ini
memiliki banyak keutamaan yang luar biasa, kita sebagai umat Islam dianjurkan
untuk memperbanyak ibadah pada waktu ini, seperti puasa, dzikir, dan amalan
baik lainnya. Sebelum datangnya hari-hari tersebut, mari kita ingat kembali
betapa pentingnya mempersiapkan diri dan tidak menyia-nyiakan kesempatan emas
yang diberikan oleh Allah ﷻ.
Sayangnya,
banyak di antara kita yang lupa akan keutamaan sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah. Fokus kita sering kali hanya tertuju pada perayaan Idul Adha yang
tampak lebih besar dan meriah. Kita terlalu sibuk dengan berbagai aktivitas,
ambisi, dan rencana hidup, hingga tanpa sadar melewatkan hari-hari terbaik yang
Allah anugerahkan tanpa memanfaatkannya dengan optimal.
Betapa
banyak orang yang mengabaikan panggilan orang tua, atau lupa memperhatikan
pasangan karena terlalu sibuk dengan urusan lain. Demikian pula halnya dengan
sepuluh hari pertama Dzulhijjah, padahal setiap harinya dipenuhi keberkahan dan
peluang emas untuk meraih pahala yang luar biasa. Namun, yang sering kita ingat
hanyalah hari Idul Adha, bukan hari-hari istimewa yang mendahuluinya.
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
memiliki keutamaan yang sangat besar di sisi Allah ﷻ. Rasulullah
ﷺ bersabda,
"مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ أَفْضَلَ مِنَ
الْعَمَلِ فِي هَذِهِ "، قَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ؟ قَالَ: "وَلَا
الْجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ
بِشَيْءٍ"
“Tidak ada amal salih yang lebih utama untuk dikerjakan daripada
amal salih yang dilakukan pada sepuluh hari (pertama Dzulhijjah) ini.” Para
sahabat bertanya, “Tidak juga jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak
juga jihad, kecuali seseorang yang keluar (berjihad) dengan mempertaruhkan diri
dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan sesuatu pun (yakni gugur di medan
jihad dan hartanya habis digunakan di jalan Allah).” (HR Bukhori no. 979)
Hadis ini menggambarkan betapa mulianya sepuluh
hari pertama Dzulhijjah, hingga amal-amal baik yang kita lakukan di hari-hari
tersebut lebih dicintai oleh Allah ﷻ
dibandingkan dengan jihad di jalan-Nya, kecuali bagi mereka yang syahid.
Mungkin
kita termasuk orang yang lalai saat datangnya sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
Bahkan, bisa jadi tanda-tanda kemalasan dalam beribadah mulai terasa dalam diri
kita, malas salat, malas membaca Al-Qur'an, dan meninggalkan berbagai amalan
kebaikan lainnya.
Dulu, kita begitu bersemangat di bulan Ramadan. Namun, seiring
bergantinya bulan Syawal dan Dzulqa’dah, semangat itu mulai memudar, dan kita
terjebak dalam kondisi futur. Hati pun perlahan menjadi lalai, tertarik oleh
syahwat dan godaan duniawi. Kita mulai menganggap dosa-dosa kecil sebagai
sesuatu yang biasa, bahkan seringkali menenangkan diri dengan berkata, “Allah
Maha Pengampun.”
Namun,
bagaimana kita bisa menyambut sepuluh hari yang penuh keutamaan ini jika hati
kita telah terbelenggu oleh dosa yang semakin mengeras? Dosa-dosa itu
melemahkan hati, hingga kemalasan beribadah pun semakin membesar.
Ketika
berbicara tentang menyambut momentum istimewa, kita sering melihat banyak orang
yang mempersiapkan diri dengan penuh semangat. Mereka memastikan setiap detik
dalam hari-harinya diisi dengan aktivitas yang mendukung tujuan besar mereka. Namun,
bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh
untuk menyambut hari-hari terbaik sepanjang tahun ini, yaitu sepuluh hari
pertama Dzulhijjah?
Inilah
momentum yang sangat istimewa. Inilah kesempatan kita untuk memperbaiki diri,
memperbanyak taubat, dan mendekatkan hati kepada Allah ﷻ dengan penuh kesungguhan dan harapan. Banyak amalan yang dapat kita lakukan selama sepuluh
hari tersebut, di antaranya:
Haji dan Umrah
Haji dan Umrah adalah ibadah yang sangat
mulia dan menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah ﷻ. Disebutkan
dalam firman-Nya,
ﵟوَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ
سَبِيلٗاۚﵞ
“Dan haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia
bagi yang mampu.” (QS Ali ‘Imran: 97)
Keutamaan haji yang mabrur sangat besar, di
antaranya adalah dihapuskan dosa-dosa yang telah lalu. Haji yang mabrur
balasannya adalah surga, dan orang yang meninggal dalam perjalanan haji atau
umrah akan mendapatkan pahala yang terus mengalir hingga hari Kiamat.
Berpuasa pada sembilan hari pertama Dzulhijjah
Rasulullah ﷺ biasa
berpuasa pada sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, seperti yang diriwayatkan
oleh Aisyah radhiyallahu anha,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ
تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpuasa pada sembilan hari Dzulhijjah” (HR Abu Dawud no. 2437. Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani)
Ini menunjukkan bahwa berpuasa pada
sembilan hari pertama Dzulhijjah adalah amalan yang sangat dianjurkan.
Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)
Puasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah)
sangat utama. Nabi ﷺ bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ
السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa pada hari Arafah aku harapkan akan
menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya.” (HR Muslim no. 1162)
Memperbanyak amal shalih dan ketaatan
kepada Allah ﷻ
Sepuluh hari pertama Dzulhijjah adalah waktu yang sangat tepat untuk memperbanyak amal shalih, seperti salat sunnah, sedekah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturahmi, serta bertaubat kepada Allah ﷻ dengan penuh kesungguhan.
Disebutkan bahwa Sa’id bin Jubair jika memasuki sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, ia sangat bersungguh-sungguh sampai-sampai dia hampir tidak mampu melakukannya. (HR Ad-Darimi no. 1798)
Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu memanfaatkan keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini dengan sebaik-baiknya. Mari kita perbanyak amal kebaikan, niatkan dengan ikhlas, dan bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Karena belum tentu kita akan bertemu lagi dengan bulan Dzulhijjah di tahun depan.
Kesempatan ini terlalu berharga untuk disia-siakan. Mari kita isi hari-hari tersebut dengan amalan yang dicintai oleh Allah ﷻ, karena bisa jadi, amalan kita di hari-hari itu menjadi sebab mendapat ampunan dan rahmat-Nya yang mengantarkan kita ke surga-Nya kelak.
Tulisan ini disadur dari kajian berjudul “Menjelang Hari Terbaik di Dunia” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).
Youtube Terbaru





Artikel Terbaru



.png
)
