
Di antara sifat orang yang beriman adalah suka berbagi, dan
tidak kikir. Ia tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri. Ia tidak hanya
memikirkan kesenangan dirinya semata, karena ia tahu bahwa kehidupan ini hanya
sementara. Ia sadar bahwa suatu saat nanti, semua yang ia kumpulkan dan semua
keuntungan yang ia peroleh akan ia tinggalkan. Ia selalu berpikir, "Bagaimana
keadaanku di kehidupan selanjutnya?" Ia ingin menjadi bagian dari
orang-orang yang mendapatkan kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat, dan
dilindungi dari siksa neraka.
Mereka senang berbagi siang dan malam. Hal ini menunjukkan bahwa mereka
bukanlah orang yang suka menunda-nunda. Ketika malam hari ada kesempatan, mereka
tidak menunggu hingga pagi. Mengapa harus menunggu besok jika belum tentu esok
mereka masih hidup? Begitu juga ketika siang hari, mereka tidak menunda hingga malam. Mereka melakukannya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan. Allah ﷻ berfirman,
ﵟٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا
وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا
هُمۡ يَحۡزَنُونَﵞ
“Orang-orang yang
menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun
terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut
pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.” (QS Al-Baqarah: 274)
Ternyata, orang yang baik hati dan suka berbagi itu hidupnya tenang. Ia
tidak takut miskin, tidak ada rasa khawatir, dan tidak diliputi kesedihan.
Semua itu berbeda dengan orang yang bakhil. Allah ﷻ juga berfirman,
ﵟوَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ
مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ
أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ 133 ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ
وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ
يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ 134ﵞ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(134) (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 133-134)
Allah secara jelas menyebutkan bahwa ciri orang yang bertakwa adalah dermawan.
Kita sering mendengar ajakan, “Mari kita senantiasa meningkatkan takwa,”
disetiap sholat Jumat. Namun, bagaimana kita tahu apakah ketakwaan kita sedang
meningkat atau justru menurun? Allah telah menyebutkan kriterianya. Apakah
engkau sudah melaksanakannya? Ataukah engkau tidak melakukannya karena terlalu
mencintai hartamu? Engkau menumpuknya terus-menerus lalu pada akhirnya engkau
tinggalkan?
Ada
orang-orang yang sebenarnya pelit, tetapi berkata, "Saya bukan pelit,
saya hanya hemat. Saya sedang memikirkan masa depan."
Masa depan yang seperti apa? Bukankah masa depan kita semua adalah
meninggalkan dunia ini selamanya? Semua harta yang kita miliki pada akhirnya
akan kita tinggalkan untuk selama-lamanya. Allah ﷻ telah menyebutkan di dalam Al-Qur’an bagaimana akhir dari orang-orang
yang bakhil,
ﵟوَلَا يَحۡسَبَنَّ
ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ هُوَ خَيۡرٗا
لَّهُمۖ بَلۡ هُوَ شَرّٞ لَّهُمۡۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِۦ يَوۡمَ
ٱلۡقِيَٰمَةِۗﵞ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik
bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.” (QS Ali Imran: 180)
Orang-orang yang bakhil mengira bahwa dengan bersikap pelit atau yang
mereka sebut sebagai "hemat" akan membuat mereka lebih bahagia dan
merasa memiliki jaminan untuk masa depan mereka. Padahal, harta yang mereka
simpan dan enggan dibagikan itu justru akan mereka tinggalkan, dan kelak akan dikalungkan
di leher mereka pada hari kiamat.
Orang yang bakhil itu sempit dadanya. Ia merasa gelisah, menderita, dan
hidup dalam kesengsaraan. Mengapa demikian? Karena mereka selalu diliputi rasa
takut akan kekurangan, takut rugi, takut miskin. Ketika ada kesempatan untuk
berbagi, ia ragu dan menahan diri. Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالْإِيمَانُ فِي
جَوْفِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
"Tidak
akan berkumpul sifat kikir dan iman dalam hati seorang muslim." (HR Ahmad, no.
9693, dishahihkan oleh Syekh Syu`aib Al-Arnauth).
Sifat bakhil tidak akan pernah bisa bersatu dengan iman. Keduanya
seperti air dan minyak, tak akan menyatu dalam hati seorang hamba selamanya.
Jika engkau benar-benar beriman, maka sifat bakhil itu harus hilang. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ
berusaha mengkondisikan para sahabatnya meskipun
banyak di antara mereka hidup dalam kesulitan agar tetap menjadi generasi yang
dermawan dan berhati mulia. Rasulullah ﷺ bersabda,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
“Lindungilah
diri kalian dari api neraka, meskipun hanya dengan (bersedekah) separuh buah
kurma.” (HR Bukhari, no. 1427 dan
Muslim, no. 1016)
Nabi ﷺ mendidik para sahabatnya agar tidak menunda-nunda dalam
berbagi. Menjadi dermawan itu tidak harus menunggu kaya raya, tidak harus
menjadi konglomerat atau pengusaha besar terlebih dahulu. Berbagilah dari apa
yang kamu punya, sekecil apa pun itu, walaupun setengah butir kurma. Rasulullah ﷺ juga bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبحُ الْعِبَادُ
فِيهِ، إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ
مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tidak
satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua
Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata, ‘Ya Allah,
berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.’ Dan yang lainnya berkata, ‘Ya
Allah, hancurkanlah(harta) orang yang kikir.’” (HR Bukhari, no. 1453 & Muslim,
no. 1010)
Yang
memberikan rezeki itu adalah Allah ﷻ. Yang
memerintahkan kita untuk berinfak adalah Allah ﷻ dan yang berjanji akan memberikan ganti atas apa yang kita infakkan juga
Allah ﷻ. Oleh karenanya Rasulullah ﷻ mengatakan,
وَالصَّلَاةُ نُورٌ. وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ.
وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ
"Shalat adalah cahaya, sedekah adalah
bukti nyata(keimanan), dan kesabaran adalah sinar." (HR
Muslim, no. 223)
Buktikan bahwasanya kita adalah
seseorang yang beriman, yaitu dengan bersedekah. Abu Hurairah meriwayatkan,
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis qudsi,
قَالَ اللَّهُ: أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ
عَلَيْكَ
"Allah ﷻ berfirman: ‘Wahai anak Adam, berinfaklah,
niscaya Aku akan berinfak (memberi) kepadamu.’" (HR Bukhari, no. 5343)
Kendati
demikian, manusia sering merasa berat untuk mengeluarkan hartanya lantaran mereka
tidak melihat balasan langsung dari Allah. Itulah sebabnya banyak orang lebih
mudah mengeluarkan harta untuk investasi duniawi karena dijanjikan keuntungan
yang terlihat, yang bisa dihitung dan dikalkulasi secara langsung. Padahal, Allah menjanjikan
balasan yang jauh lebih besar, yang bahkan tak terbayangkan oleh akal manusia.
Ada banyak hal yang bisa kita dermakan. Bukan hanya harta, melainkan
juga ilmu, nasihat yang baik, bahkan keberanian untuk berbagi dari dalam jiwa
seperti mendengar dengan empati, hadir saat orang lain butuh dukungan, atau
menjadi penolong dalam kesulitan. Semua itu adalah bentuk sedekah, dan
puncaknya adalah bersedekah dengan ruhnya seperti berjihad, dan semuanya
bernilai di sisi Allah.
Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling
dermawan, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas radhiyallahu `anhu,
beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ
النَّاسِ بِالْخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ
يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ
عليه السلام يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ
عَلَيْهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْقُرآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبرِيلُ
عليه السلام كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ.
“Nabi ﷺ adalah orang yang paling dermawan, dan
lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril Alaihissallam bertemu
dengannya. Jibril menemuinya setiap malam Ramadhan untuk menyimak bacaan
al-Qur’annya. Sungguh, Rasulullah ﷺ lebih dermawan daripada angin yang
berhembus.” (HR Bukhari,
no. 1913)
Jika berbicara
tentang kedermawanan para sahabat Nabi ﷺ, mereka sungguh luar biasa dan tak perlu
diragukan lagi. Para ulama menyebutkan sifat-sifat mulia yang melekat pada mereka,
yaitu:
Sakha' (سَخَاء): Sifat murah hati dan suka
memberi.
Jud (جُود): Kedermawanan luar biasa,
bahkan dalam keadaan sempit.
Itsar (إِيثَار): mendahulukan kepentingan
orang lain di atas kepentingan diri sendiri, meskipun mereka sendiri
membutuhkan.
Para sahabat Nabi ﷺ mencapai tingkat keimanan yang luar biasa. Tentang hal ini, Allah ﷻ menjelaskannya dalam Surah Al-Hasyr ayat 9, yang menggambarkan
kondisi para sahabat yang telah dididik dengan keimanan hingga mencapai derajat
yang tinggi,
ﵟوَيُؤۡثِرُونَ عَلَىٰٓ
أَنفُسِهِمۡ وَلَوۡ كَانَ بِهِمۡ خَصَاصَةٞۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ
فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَﵞ
“Dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr: 9)
Mereka bukan hanya mencintai saudara-saudaranya sesama Muslim, tetapi juga mendahulukan kepentingan orang lain meskipun mereka sendiri membutuhkan.
Tulisan ini disadur dari kajian berjudul “Akhlak Dermawan dan Rendah Hati” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq
Riza Basalamah, M.A. (Dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i /
STDIIS, Jember).
Youtube Terbaru





Artikel Terbaru


