MENCINTAI NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAMA
MENCINTAI NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAMA


Konsekuensi keimanan seorang muslim dilihat dari bukti akan pengakuan cintanya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama, yaitu dengan mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya. Allah azza wajalla bahkan menetapkan hal tersebut sebagai realisasi pengakuan cinta seorang hamba kepada-Nya,

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran : 31).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’diy rahimahullahu mengatakan,

“Kalian boleh saja mengaku berada di derajat ini (cinta Allah) yang tidak ada yang lebih tinggi darinya, maka pengakuanmu saja tidak berguna tanpa pembuktian. Wajib atasmu untuk benar-benar jujur dalam kecintaan tersebut, di antara tandanya adalah mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama dalam setiap perilaku, ucapan, keyakinan dan cabang-cabangnya, yang nampak maupun tidak. Barangsiapa yang benar-benar mengikuti Rasulullah, maka pengakuan akan kecintaannya kepada Allah telah terbukti. Allah akan mencintainya, mengampuni dosa-dosanya, dan menerangi Langkah-langkahnya” (Tafsir As Sa’diy 1/128).

Sebaliknya, seorang yang mengaku mencintai Allah tapi justru membangkang perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama, maka kecintaannya palsu. Syaikh As Sa’diy juga menjelaskan,

“Barangsiapa yang enggan mengikuti perintah Rasulullah maka ia tidak benar-benar mencintai Allah azza wajalla. Karena kecintaan kepada Allah berimplikasi ke perilaku kita apakah mengikuti petunjuk rasul atau tidak. Jika tidak ditemukan kepatuhan tersebut dalam diri seorang hamba, maka kecintaan kepada Allah pun sebenarnya sebenarnya palsu” (Idem).

Dengan demikian, kepatuhan kita akan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama, ketiadaan pembangkangan atas batasan yang beliau jelaskan, dan tidak membuat syariat baru dalam agama, adalah bukti bahwa kita benar-benar mencintai Allah azza wajalla.



Disusun oleh Tim Ilmiah Elfadis

Dipublikasikan pada 22 Dzulqo’dah 1441 H