Beriman Kepada Allah ﷻ
Beriman Kepada Allah ﷻ

Iman itu sangat penting dalam kehidupan, karena ia merupakan salah satu sebab diterimanya amalan seorang hamba. Selain itu, keimanan juga termasuk sebab dimudahkannya seseorang masuk ke dalam surga.

 

Allah berfirman,

ﵟوَمَن يَعۡمَلۡ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ يَدۡخُلُونَ ٱلۡجَنَّةَ وَلَا يُظۡلَمُونَ نَقِيرٗاﵞ 

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, dari kalangan laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk ke dalam surga. Mereka tidak akan dizalimi sama sekali.” (QS An-Nisa: 124).

 

Kebaikan yang Allah berikan kepada kaum Mukminin jauh lebih baik daripada kebaikan yang mereka kerjakan. Ini adalah karunia Allah yang Dia khususkan hanya untuk para hamba-Nya yang beriman. Lalu, bagaimana dengan keadaan orang-orang kafir? Mari kita simak firman Allah berikut,

 

ﵟمَّثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّهِمۡۖ أَعۡمَٰلُهُمۡ كَرَمَادٍ ٱشۡتَدَّتۡ بِهِ ٱلرِّيحُ فِي يَوۡمٍ عَاصِفٖۖ لَّا يَقۡدِرُونَ مِمَّا كَسَبُواْ عَلَىٰ شَيۡءٖۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلضَّلَٰلُ ٱلۡبَعِيدُﵞ 

“Perumpamaan orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS Ibrahim: 18).

 

Allah-lah yang mengabarkan demikian, bahwa orang-orang kafir kelak di hari Kiamat amalan mereka bagaikan debu yang beterbangan terkena angin. Artinya, bahwa amalan mereka tidak bermanfaat sama sekali. Kebaikan yang telah mereka lakukan di dunia tidak akan mendapatkan balasan kebaikan di akhirat.

 

Dalam sebuah hadis disebutkan, suatu hari, Aisyah radhiyallahu’anha pernah bertanya kepada Rasulullah tentang keadaan Ibnu Jud’an yang meninggal dalam keadaan tidak beriman,

 

يَا رَسُولَ اللَّهِ! ‌ابْنُ ‌جُدْعَانَ. ‌كَانَ ‌فِي ‌الْجَاهِلِيَّةِ ‌يَصِلُ ‌الرَّحِمَ. وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ. فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ؟ قَالَ لَا يَنْفَعُهُ. إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا: رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ibnu Jud’an itu dahulu suka menyambung tali silaturrahim dan memberi makan orang-orang miskin, apakah itu semua bermanfaat baginya?” Beliau menjawab, “Tidak bermanfaat sama sekali baginya, karena sesungguhnya selama hidupnya dia tidak mengucapkan; ‘Wahai Rabb-ku ampunilah diriku di hari Pembalasan.” (HR Muslim, no. 214).

 

Maksud dari jawaban beliau adalah Ibnu Jud’an tidak beriman kepada Allah, sehingga amalan baiknya tidak bermanfaat untuknya kelak di hari Kiamat. Mengapa demikian? Karena mereka adalah makhluk yang paling buruk di sisi Allah . Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an,

 

ﵟإِنَّ شَرَّ ٱلدَّوَآبِّ عِندَ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَﵞ 

“Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk di sisi Allah adalah orang-orang kafir yang tidak beriman (kepada Allah).” (QS Al-Anfal: 55).

 

Iman merupakan nikmat paling besar yang diberikan oleh Allah . Bagaimana tidak? Dengan Iman, kita menjadi semangat beramal saleh, bisa merasakan lezatnya beribadah, membenci kekafiran dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah .

 

Allah berfirman,

ﵟوَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ فِيكُمۡ رَسُولَ ٱللَّهِۚ لَوۡ يُطِيعُكُمۡ فِي كَثِيرٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ لَعَنِتُّمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَﵞ

“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu "cinta" kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS Al-Hujurat: 7).

 

Seorang yang beriman, tentu keimanannya harus berlandaskan ilmu, bukan sekadar ikut-ikutan. Iman itu memiliki enam landasan pokok, yang dengannya seseorang dapat dikatakan memiliki iman yang sempurna. Keenam landasan tersebut adalah: beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Kiamat, serta beriman kepada takdir Allah, baik yang baik maupun yang tampak “buruk”.

 

Rasulullah bersabda,

أَنْ ‌تُؤْمِنَ ‌بِاللَّهِ، ‌وَمَلَائِكَتِهِ، ‌وَكُتُبِهِ، ‌وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآخِرِ. وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Iman adalah, engkau percaya (beriman) kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan hari Kiamat. Dan juga beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim no. 8)

 

Iman yang paling utama adalah beriman kepada Allah , yaitu dengan meyakini bahwa Allah itu ada. Di antara bentuk keimanan bahwa Allah itu ada, ialah meyakini bahwa Dia-lah yang menciptakan, memiliki dan mengatur alam semesta ini, semua itu ada bukan secara tiba-tiba. Allah ta’ala berfirman,

 

ﵟأَمۡ خُلِقُواْ مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ ٱلۡخَٰلِقُونَﵞ 

“Apakah mereka diciptakan (secara tiba-tiba) tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS Ath-Thur: 35).

 

Kaum musyrikin Makkah sejatinya adalah orang-orang yang menyembah Allah , namun mereka juga mempersekutukan-Nya. Ketika mereka ditanya, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, yang memberikan rezeki, dan yang mengatur semuanya?" Mereka akan menjawab, "Allah." Mereka mengakui bahwa pencipta alam semesta adalah Allah. Namun, mengapa mereka tetap termasuk kaum musyrikin? Jawabannya, karena mereka mempersekutukan Allah dan tidak mengesakan-Nya.

 

Allah ta’ala berfirman,

ﵟقُلۡ مَن يَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أَمَّن يَمۡلِكُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَمَن يُخۡرِجُ ٱلۡحَيَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَيُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۚ فَسَيَقُولُونَ ٱللَّهُۚ فَقُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَﵞ

“Katakanlah (Muhammad) kepada mereka (orang-orang musyrik), ‘Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, serta siapa pula yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan yang mati dari yang hidup, serta siapakah yang mengatur segala urusan?’ Niscaya mereka semua akan menjawab, ‘Allah.’ Maka, katakanlah kepada mereka, ‘Mengapa kalian tidak mau bertakwa (kepada-Nya)?’” (QS Yunus: 31).

 

Allah adalah satu-satunya Tuhan yang benar. Tidak ada Tuhan yang berhak untuk diibadahi dengan benar, melainkan hanya Allah . Adapun tuhan-tuhan yang lain, maka itu semua adalah batil. Allah berfirman,

 

ﵟذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلۡبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡكَبِيرُﵞ 

“(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (Tuhan) Yang Hak, dan sesungguhnya segala jenis sesembahan yang mereka ibadahi selain-Nya, adalah tuhan yang batil. Sungguh, Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS Al-Hajj: 62).

 

Selain itu, bentuk keimanan kepada Allah adalah meyakini nama-nama-Nya yang Husna. Allah berfirman,

 

ﵟوَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ وَذَرُواْ ٱلَّذِينَ يُلۡحِدُونَ فِيٓ أَسۡمَٰٓئِهِۦۚ سَيُجۡزَوۡنَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَﵞ

“Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka kalian memohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 180).

 

Wallahu a’lam bish showwab.

Tulisan ini disadur dari serial kajian Rukun Iman berjudul “Iman Kepada Allah” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (Dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).